Sejarah
Pengendalian Intern (Internal Control)
Konsep Internal Control telah bergulir sejak
tahun 1930-an. Untuk pertama kali, George E. Bennet menyebutkan definisi
Internal Control. Namun istilah tersebut baru dinyatakan secara institutional
oleh AICPA pada tahun 1949 melalui laporan khusus yang berjudul “Pengendalian
Internal – Elemen-elemen Sistem yang Terkoordinasi dan Pentingnya Pengendalian
bagi Manajemen dan Akuntan Independen”. Selanjutnya konsep tersebut berkembang
pesat dengan yang kita kenal delapan unsur Pengendalian Internal.
Perkembangan berikutnya, pada awal tahun 80-an
konsep tersebut dinilai banyak pihak sudah tidak aplicabel lagi. Semakin
kompleksnya dunia bisnis dan teknologi membuat konsep pengendalian internal
tersebut tidak efektif dalam mendorong tercapainya tujuan perusahaan. Semakin
banyak keluhan dari perusahaan dan institusi yang telah menerapkan konsep
internal control sebagaimana dikembangkan oleh American Institute of Certified
Public Accountant (AICPA), namun masih mengalami kegagalan.
Pada tahun 1992, The Commitee of Sponsoring
Organization of The Treadway Commission (COSO) menerbitkan laporan yang
berjudul “Internal Control-Integrated Framework”. Laporan COSO tersebut memberikan
suatu pandangan baru tentang konsep Internal Control yang lebih luas dan
terintegrasi serta sesuai dengan perkembangan dunia usaha untuk mencegah
terjadinya penyimpangan. Jika pada konsep sebelumnya hanya menekankan pada
proses penyusunan laporan keuangan saja, maka konsep COSO memiliki pandangan
yang lebih luas yaitu dengan melakukan pengendalian atas perilaku seluruh
komponen organisasi. Konsep ini mendapat akseptasi yang luas dari berbagai
pihak.
Di Indonesia, perkembangan menarik terjadi dengan
terbitnya Undang-undang nomor 1 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 58
tahun 2006. Pada ketentuan tersebut, ditetapkan bahwa setiap instansi
pemerintah harus mengembangkan Sistem Pengendalian Intern. Penjelasan dan
ketentuan lain yang menjabarkan menyebutkan bahwa Sistem Pengendalian Intern
terdiri dari 5 komponen yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko,
aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta monitoring. Hal ini
mengandung arti bahwa konsep Internal Control versi COSO diterapkan pada sektor
pemerintahan di Indonesia. Sebuah langkah maju dan berani serta menjadi
tantangan yang tidak mudah bagi para auditor internal pemerintah.
Pengertian Internal Control
Melalui Statement of Auditing Standar (SAS),
AICPA mendefinisikan Internal Control sama dengan definisi COSO, yaitu
suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas Dewan Komisaris, Manajemen dan
Pegawai, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar atas (a)
keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c)
ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Berbeda dengan definisi
pertama yang hanya mengaitkan pengendalian hanya dengan perencanaan, metode dan
pengukuran, pada definisi berikutnya terkait dengan “proses yang dipengaruhi
oleh aktivitas seluruh komponen organisasi”. Definisi ini mengandung makna yang
lebih luas dari definisi sebelumnya.
Dalam teori akuntansi
dan organisasi,
pengendalian intern atau internal control didefinisikan
sebagai suatu proses,
yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk
membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian
intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya
suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan
melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak
(seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).
Untuk menjaga agar sistem internal control ini
benar-benar dapat dilaksanakan, maka sangat diperlukan adanya internal auditor
atau bagian pemeriksaan intern. Fungsi pemeriksaan ini merupakan upaya
tindakan pencegahan, penemuan penyimpangan-penyimpangan melalui pembinaan dan
pemantauan internal control secara berkesinambungan. Bagian ini harus
membuat suatu program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung,
pemeriksaan dan penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan
sistem informasi akuntansi dan keuangan lainnya.
Tujuan
Internal Control
Alasan perusahaan untuk menerapkan sistem pengendalian
intern adalah untuk membantu pimpinan agar perusahaan dapat mencapai tujuan
dengan efisien. Tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan
memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan: keandalan informasi keuangan,
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi
operasi.
Menurut Mulyadi tujuan pengendalian intern akuntansi
adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kekayaan perusahaan:
1) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah
diterapkan,
2) Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan
kekayaan yang sesungguhnya ada.
b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi:
1) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan,
2) Pencatatan transaksi yang telah terjadi dalam catatan akuntansi.
Tujuan tersebut dirinci lebih lanjut sebagai berikut:
a. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah
ditetapkan:
1) Pembatasan akses langsung terhadap karyawan,
2) Pembatasan akses tidak langsung terhadap karyawan.
b. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan
kekayaan yang sesungguhnya ada:
1) Pembandingan secara periodik antara catatan akuntansi dengan kekayaan yang
sesungguhnya ada,
2) Rekonsiliasi antara catatan akuntansi yang diselenggarakan,
c. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan:
1) Pemberian otorisasi oleh pejabat yang berwenang,
2) Pelaksanaan transaksi sesuai dengan otorisasi yang diberikan oleh pejabat
yang berwenang.
d. Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi:
1) Pencatatan semua transaksi yang terjadi,
2) Transaksi yang dicatat adalah benar-benar terjadi,
3) Transaksi dicatat dalam jumlah yang benar,
4) Transaksi dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya,
5) Transaksi dicatat dengan penggolongan yang seharusnya,
6) Transaksi dicatat dan diringkas dengan teliti.
Sistem
Internal Control
Sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua yaitu :
- Pengendalian Intern Akuntansi
(Preventive Controls)
Pengendalian Intern Akuntansi dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi
yang tujuannya adalah menjaga kekayaan perusahaan dan memeriksa keakuratan data
akuntansi. Contoh : adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antar unit
organisasi.
·
Pengendalian Intern Administratif
(Feedback Controls)
Pengendalian Administratif
dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya
kebijakan manajemen (dikerjakan setelah adanya pengendalian akuntansi). Contoh
: pemeriksaan laporan untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian
diambil tindakan.
Unsur-Unsur Internal
Control
Struktur Pengendalian Intern terdiri atas lima (5) unsur atau elemen yaitu :
a.
Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi
kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar
untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.
Beberapa faktor yang berpengaruh di dalam lingkungan pengendalian antara
lain:
- Integritas dan Nilai Etik
Merupakan etika entitas yang dimiliki dan standar perilaku yang berlaku
serta bagaimana mereka mengkomunikasikan dan mengaplikasikan dalam praktik.
- Komitmen terhadap
kompetensi
Kompetensi merupakan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas.
- Dewan Direksi dan Komite
Audit
Jajaran direktur yang efektif adalah yang independen terhadap manajemen.
Komite audit bertanggung jawab sebagai komunikator, baik bagi internal auditor
maupun eksternak auditor.
- Gaya Manajemen dan Gaya
Operasi
Pemahaman dan aspek-aspek tentang filosofi manajemen dan gaya operasi
memberi auditor suatu pemahaman mengenai sikap manajemen terhadap pengendalian
intern.
- Struktur Organisasi
Pemahaman struktur organisasi memberi gambaran bagi auditor mengenai
manajemen dan elemen-elemen fungsional dari bisnis dan bagaimana pengendalian
diimplementasikan.
- Pemberian Wewenang dan
Tanggung Jawab
Memberi pemahaman mengenai pengendalaian dan cara-cara yang digunakan untuk
pengendalian, perencanaan formal organisasi dan operasi, penugasan karyawan dan
kebijakan yang dimiliki entitas
- Praktek dan Kebijakan
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan aspek penting dalm pengendalian intern.
Pengendalian intern yang dikembangkan entitas berusaha untuk mengatur, menjaga
tindakan-tindakan yang dilakukan manusia dalam entitas.
b.
Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko
yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan
bagaimana risiko harus dikelola. Penetuan risiko tujuan laporan keuangan adalah
identifikasi organisasi, analisis, dan manajemen risiko yang berkaitan dengan
pembuatan laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum.
Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan sebagai berikut:
- Perubahan dalam lingkungan
operasi
- Personel baru
- Sistem informasi yang baru
atau yang diperbaiki
- Teknologi baru
- Lini produk, produk, atau
aktivitas baru
- Restrukturisasi korporasi
- Operasi luar negeri
- Standar akuntansi baru
Semua entitas memiliki risiko tergantung dari ukuran, struktur, sifat, atau
jenis dari perusahaan. risiko tersebut dapat berupa risiko eksternal dan
internal dan semua harus bisa dikendalikan. Perubahan ekonomi, industri,
regulasi serta kondisi operasi memungkinkan timbulnya risiko berbeda yang harus
segera dapat diatasi oleh manajemen.
Auditor berkepentingan untuk memahami mengenai pengetahuan tentang penilaian
risiko yang dilakukan oleh manajemen, seperti pengidentifikasian risiko
terhadap laporan keuangan, pengevaluasian kemungkinan terjadinya, keputusan
manajemen atas tindakan yang akan dilakukan.
c.
Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin
bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Umumnya aktivitas pengendalian yang
mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijkan dan prosedur
yang berkaitan dengan berikut ini:
- Review terhadap kinerja
- Pengolahan informasi
- Pengendalian fisik
- Pemisahan tugas
Aktivitas pengendalian dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Pengendalian Pemrosesan
Informasi
Hal ini berkaitan dengan proses otorisasi, kelengkapan dan keakuratan data
keuangan. Pengendalian pemrosesan informasi digolongkan menjadi dua (2), yaitu:
- Pengendalian umum
- Pengendalian aplikasi
Pengendalian yang ditujukan untuk pemrosesan tipe-tipe transaksi baik di
lingkungan komputer maupun manual dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Otorisasi yang tepat
(setiap bukti transaksi diotorisasi secara tepat sehingga tidak ada bukti
yang melewati prosedur otorisasi)
- Pencatatan dan
dokumentasi (semua bukti transaksi telah dicatat dan didokumentasikan dan
bila akan diperiksa, dapat dilacak kembali)
- Pemeriksaan independen
- Pemisahan tugas
- Pengendalian fisik
- Telaah kinerja
Pengembangan atas aktivitas pengendalian berkaitan dengan kebijakan dan
prosedur dapat dijabarkan dalam lima (5) aktivitas pengendalian berikut:
1.
Pemisahan tugas
2.
Otorisasi yang jelas atas transaksi dan aktivitas
3.
Pendokumentasian dan pencatatan
4.
Pengendalian fisik atas assets dan catatan
5.
Pengecekan secara independen atas kinerja
d. Informasi dan
Komunikasi
Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan
pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang
melaksanakan tanggung jawab mereka.
Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem informasi yang
relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami:
- Golongan transaksi dalam
operasi entitas yang signifikan bagi laporan keuangan
- Bagaimana transaksi
tersebut dimulai
- Catatan akuntansi,
informasi pendukung, dan akun tertentu dalam laporan keuangan yang
tercakupalam pengolahan dan pelaporan transaksi
- Pengolahan akuntansi yang
dicakup sejak transaksi dimulai sampai dengan dimasukkan ke dalam laporan
keuangan, termasuk alat elektronik (seperti komputer dan electronik data
interchange) yang digunkan untuk mengirim, memproses, memelihara, dan
mengakses informasi
e. Pemantauan
(Monitoring)
Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian
intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi
pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini
dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung secara terus menerus (ongoing
activities), evaluasi secara terpisah (separate periodic evaluations), atau
dengan berbagai kombinasi dari keduanya.
Auditor perlu memahami mengenai pemantauan untuk mengetahui aktivitas
pemantauan seperti apakah yang digunakan perusahaan dan bagaimana aktivitas
tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan pengendalian internal bila
dibutuhkan.
Mengidentifikasi
Entity-Level Controls
Tujuan mendapatkan pemahaman awal dari setiap
komponen pengendalian internal,Sementara mengevaluasi entitas tingkat kontrol,
auditor mungkin mengidentifikasi kontrol yang mampu mencegah atau mendeteksi
salah saji dalam laporan keuangan. Itu periode-end proses pelaporan
keuangan dan pemantauan manajemen terhadap hasil operasi merupakan sumber
potensial dari kontrol tersebut.
Proses identifikasi yang relevan entitas-tingkat
kontrol dapat dimulai dengan pemantauan, dan informasi dan komunikasi).diskusi
antara auditor dan karyawan yang sesuai untuk atas pelaporan keuangan (yaitu,
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian,pemantauan,
dan informasi dan komunikasi).
Sementara mengevaluasi entitas tingkat kontrol,
auditor mungkin mengidentifikasi kontrol yang mampu mencegah atau mendeteksi
salah saji dalam laporan keuangan. Itu periode-end proses pelaporan
keuangan dan pemantauan manajemen terhadap hasil operasi merupakan sumber
potensial dari kontrol tersebut.
Pengaruh Entity-Level Controls pada Pengujian Kontrol Lain
Evaluasi auditor entitas tingkat kontrol dapat
menghasilkan peningkatan atau mengurangi pengujian bahwa auditor jika tidak
mungkin dilakukan pada lain kontrol. Sebagai contoh, jika auditor telah
merancang pendekatan audit dengan harapan tertentu entitas tingkat kontrol
(misalnya, kontrol dalam lingkungan pengendalian) akan efektif dan mereka
kontrol tidak efektif, auditor dapat mengevaluasi kembali merencanakan
pendekatan audit dan memutuskan untuk memperluas prosedur audit nya. Di sisi
lain, evaluasi auditor dari beberapa entitas tingkat kontrol dapat menghasilkan
pengurangan nya atau pengujian nya kontrol lain, seperti kontrol lebih sesuai
pernyataan yang relevan. Tingkat dimana auditor mungkin dapat mengurangi
pengujian kontrol atas pernyataan yang relevan dalam kasus tersebut tergantung
pada presisi dari entitas-tingkat control.
INTERNAL CONTROL : KAS
Pengendalian
intern yang baik terhadap kas memerlukan prosedur-prosedur yang memadai untuk
melindungi penerimaan kas maupun pengeluaran kas. Dalam merancang prosedur-prosedur
tersebut hendaknya diperhatikan tiga prinsip pokok pengendalian :
- Terdapat
pemisahan tugas secara tepat, sehingga petugas yang bertanggung jawab
menangani transaksi kas dan menyimpan kas tidak merangkap sebagai petugas
pencatatan transaksi kas
- Semua
penerimaan kas hendaknya disetorkan seluruhnya ke bank secara harian
- Semua
pengeluaran kas hendaknya dilakukan dengan menggunakan cek; kecuali untuk
pengeluaran yang kecil jumlahnya dimungkinkan untuk menggunakan uang
tunai, yaitu melalui kas kecil
Prosedur-prosedur
yang digunakan untuk mengawasi kas, bisa berbeda-beda antara perusahaan yang
satu dengan perusahaan lainnya. Hal ini tergantung pada berbagai factor,
seperti besarnya perusahaan, jumlah karyawan, sumber-sumber kas, dan
sebagainya.
Penerimaan
kas yang berasal dari hasil penjualan tunai sebaiknya dilakukan dengan melalui
kas register pada saat transaksi penjualan terjadi. Pengawasan atas penerimaan
kas yang berasal dari penjualan tunai dan penerimaan kas melalui kas, merupkan
hal yang penting akan tetapi kecurangan atau penyelewengan biasanya jarang
terjadi melalui transaksi penerimaan kas, melainkan melalui pengeluaran kas
atau dengan menggunakan faktur fiktif (palsu). Oleh karena itu pengawasan atas
pengeluarn kas sama pentingnya atau bahkan kadang-kadang lebih penting daripada
penerimaan kas
Untuk mengawasi pengeluaran kas,
maka semua pengeluaran kas harus dilakukan dengan menggunakan cek, kecuali
untuk pengaturan yang jumlahnya kecil dapat dilakukan melalui kas kecil. Jika
kewenangan unuk menandatangani cek didelegasikan kepada seorang pegawai yang
ditunjuk, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan untuk melakukan pencatatan
transaksi kas. Hal ini untuk mencegah adanya kecurangan dalam pengeluaran kas
yang tidak nampak dalam catatan
Laporan bank pada akhir bulan, bank biasanya mengirimkan laporan
bank bulanan kepada pemegang giro. Laporan tersebut berisi saldo awal dan
saldo akhir bulan, serta daftar transaksi yang terjadi selama bulan yang
bersangkutan. Transaksi tersebut meliputi penyetoran dan penarikan cek
(pengambilan), serta penambahan dan pengurangan lain yang dilakukan bank atas
rekening giro. Setoran didaftar menurut tanggal penyetorannya dan sedangkan cek
didaftar menurut tanggal pembayarannya oleh bank.
Rekonsiliasi bank apabila perusahaan membuka rekening giro di bank, maka perusahaan
akan mempunyai dua catatan mengenai kas yang dimilikinya, yaitu : rekening kas
yang terdapat dalam pembukuan perusahaan dan laporan bank yang diteriima
perusahaan secara periodic dari bank. Saldo kas yang ditunjukkan dalam rekening
kas biasanya jarang sama jumlahnya dengan saldo yang terdapat dalam laporan
bank.
Beberapa penyebab perbedaan
antara saldo menurut pembukuan perusahaan dengan laporan bank adalah sebagai
berikut :
1.
Bank belum mencatat
transaksi tertentu :
- Setoran
dalam perjalanan, perusahaan telah mencatat setoran ke bank, tetapi bank
belum mencatatnya,
- Cek dalam
perjalanan (cek masih beredar), cek yang ditarik dan telah dibukukan oleh perusahaan, tetapi bank belum
mencatatnya.
2.
Perusahaan belum mencatat transaksi tertentu :
- Penerimaan
kas melalui bank, bank kadang-kadang melakukan penerimaan kas untuk
dibukukan ke dalam rekening giro perusahaan,
- Biaya
administrasi bank, bank biasanya membebankan sejumlah biaya untuk
menangani transaksi-transaksi yang dilakukan pemegang giro,
- Pendapatan
bunga atau jasa giro, bank memberikan bunga atas saldo giro yang dihitung
atas dasar persentase tertentu dari saldo giro rata-rata per bulan,
- Cek kosong
dari konsumen atau debitur, perusahaan sering menerima pembayaran dari
para konsumen atau debitur dalam bentuk cek yang diperlakukan sama dengan
uang tunai. Cek tersebut bersama-sama dengan uang tunai disetorkan tiap
hari ke bank yang diterima menggunakan bank yang sama dengan bank
perusahaan, maka cek bisa langsung diuangkan dan langsung dibukukan ke
rekening giro perusahaan. Cek kosong adalah cek yang tidak cukup dananya
(jumlah rupiah dalam cek lebih besar dari saldo giro si pemegang giro di
bank pada saat ia menarik cek tersebut).
- Cek
dikembalikan kepada penyetor karena alas an lain (bukan cek kosong), bank
kadang-kadang mengembaliikan cek kepada penyetor karena alasan-alasan
berikut :
ü
Rekening penarik cek
telah ditutup,
ü
Cek telah
kedaluwarsa (cek tertentu kadang-kadang hanya dapat diuangkan dalam jangka
waktu tertentu, apabila selama jangka waktu tersebut tidak diuangkan dalam
jangka waktu yang telah ditentukan, apabila selama jangka waktu tersebut tdak
diuangkan, maka cek menjadi tidak berlaku lagi),
ü
Tandatangan yang
tercantum pada cek tidak sah,
ü
Terdapat kesalahan
dalam penulisan cek.
- Bank atau
perusahaan (atau kedua-duanya) telah melakukan kesalahan pencatatan.
INTERNAL CONTROL : PIUTANG
Tujuan Sistem Pengendalian
Intern atas Piutang
Pemberian piutang dimaksudkan untuk meningkatkan volume
penjualan bagi sebuah perusahaan. Diharapkan dengan meningkatnya volume
pejualan, maka sebuah perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Namun ada
beberapa resiko atas keberadaan piutang itu sendiri yang dapat merugikan
perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian terhadap piutang
tersebut.
Untuk mengendalikan piutang, sebuah perusahaan perlu
menetapkan kebijakan kreditnya. Kebijakan ini kemudian berfungsi sebagai
standar. Apabila kemudian dalam pelaksanaan penjualan kredit dan pengumpulan
piutang tidak dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka
perusahaan perlu melakukan perbaikan.
Adapun
tujuan melakukan pengendalian intern piutang adalah sebagai berikut :
- Meyakini kebenaran jumlah piutang yang ada yang benar-benar menjadi
hak milik perusahaan,
- Meyakini bahwa piutang yang ada dapat ditagih (collectable),
- Ditaatinya kebijakan-kebijakan mengenai piutang,
- Piutang aman dari penyelewengan.
Karakteristik Sistem
Pengendalian Intern atas Piutang
Output dari sistem pengendalian intern piutang adalah
berupa informasi dalam bentuk laporan keuangan atau laporan manajemen lain,
sehingga karakteristik sistem pengendalian intern piutang identik dengan
karakteristik informasi. Seperti yang telah diungkapkan oleh Romney,dkk
karakteristik informasi yang baik adalah :
·
Relevan
·
Reliable
·
Complete
·
Timelines
·
Understandable
·
Verrifyable
(Romney dkk 1997:14)
Pada prinsipnya sistem pengendalian harus meminimalkan
dan mendeteksi serta memperbaiki kesalahan ketika terjadi. Pelaksanaan sistem
pengendalian intern untuk piutang harus menghasilkan suatu kepastian bahwa
semua transaksi piutang telah dibukukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pengendalian
intern terhadap piutang dimulai dari penerimaan order penjualan terus ke
persetujuan atas order, persetujuan pemberian kredit, pengiriman barang,
pembuatan faktur, verifikasi faktur, pembukuan piutang, penagihan piutang, yang
akhirnya akan mempengaruhi saldo kas atau bank. Dalam hal ini harus
diperhatikan pula retur penjualan secara periodik harus dibuat perincian
piutang menurut golongan usianya untuk menentukan tindakan apa yang perlu
dilakukan dan menilai apakah bagian kredit dan bagian inkaso telah bekerja
dengan efisien.
Adapun sistem pengendalian intern atas piutang secara
keseluruhan antara lain
sebagai berikut :
ü Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani
transaksi penjualan (operasi) dari “ Fungsi Akuntansi Untuk Piutang “,
ü
Pegawai yang menangani akuntansi piutang, harus dipisahkan dari fungsi
penerimaan hasil tagihan piutang,
ü
Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan
piutang, harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang,
ü
Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (Accounts Receivable
Subsidiary Ledger),
ü Perusahaan harus membuat
daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging Schedule).
INTERNAL CONTROL : AKTIVA TETAP
Sistem pengendalian terhadap aktiva tetap adalah
keseluruhan sistem yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk menjamin dan
mengarahkan keseruruhan proses perencanan, penentuan, kebutuhan, penganggaran,
standarisasi barang dan harga, pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
inventarisasi, pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan
status hukum, penatausahaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
berlaku.
Gambaran pengendalian aktiva tetap sebagai berikut:
- Fungsi pemakaian harus terpisah dari fungsi akuntansi aktiva tetap.
Untuk mengawasi aktiva tetap dan memakaiannya. Fungsi yang mencatat semua
data yang bersangkutan dengan aktiva tetap harus dipisahkan dari fungsi
pemakaian aktiva tetap.
- Transaksi perolehan penjualan dan penghentian pemakaian aktiva
tetap hanus dilaksanakan oleh lebih dari unit organisasi yang bekerja
secara independen. Untuk menciptakan pengecekan internal dalam setiap
transaksi yang mengubah aktiva tetap, unit organisasi dibentuk sedemikian
rupa sehingga tidak ada satu pun transaksi yang mengubah aktiva tetap yang
dilaksanakan secara penuh hanya oleh satu unit kerja organisasi saja.
- Perubahan kartu aktiva tetap harus berdasarkan pada bukti kas
keluar dan bukti memorial yang dilampiri dengan dokumen pendukung yang
lengkap, yang diotorisasi oleh pejabat berwewenang.
- Penutupan asuransi aktiva tetap terhadap kerugian. Untuk mencegah
kerugian yang timbul akibat kebakaran dan kecelakaan, aktiva tetap harus
diasuransikan dengan jumlah
- Pertanggungjawaban yang memadai.
- Harus dijelaskan apabila terdapat aktiva tetap yang digadaikan.
- Jumlah dan jenis aktiva tetap yang dinriliki oleh pemerintah daerah
haruslah dibuat kartu aktivanya. Sehingga masing-masing aktiva tetap
memiliki catatan yang jelas tentang nilai pokoknya, penyusutan, sampai
dengan nilai ekonomis dan nilai sisanya.
- Metode yang digunakan dalam perhitungan depreslasi golongan besar
aktiva tetap harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
- Aktiva tetap yang telah habis didepresiasi namun masih biasa
digunakan untuk beroperasi, jika jumlahnya material harus dijelaskan.
Ada lima
kategori kebijakan dan prosedur aktivitas pengendalian dalam suatu usaha, yang
dimaksud adalah:
a. Pemisahan tugas yang cukup
b. Otorisasi yang pantas atas transaksi dan aktivitas pengendalian
c. Dokumen dan catatan yang memadai
d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan
e. Pengecekan independen atas pelaksanaan pengendalian.
INTERNAL
CONTROL : UTANG
Prosedur pencatatan utang adalah prosedur sejak
utang/kewajiban perusahaan timbul sampai dengan pencatatannya dalam
perkiraan/rekening utang. Utang muncul karena adanya pembelian barang atau jasa
secara kredit. Karena itu sistem akuntansi utang sangat terkait dengan prosedur
pencatatan utang dan prosedur distribusi pembelian.
Unsur pengendalian
intern dalam utang :
1. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi
akuntansi
2. Transaksi retur pembelian harus dilaksanakan
oleh fungsi pembelian, fungsi akuntansi yang lain. Tidak ada transaksi retur
pembelian yang dilaksanakan secara lengkap oleh hanya satu fungsi tersebut.
3. Memo debet untuk retur pembelian diotorisasi
oleh fungsi pembelian
4. Laporan pengiriman barang untuk retur
pembelian diotorisasi oleh fungsi pengiriman barang.
5. Pencatatan berkurangnya utang jarena retur
pembelian didasarkan pada memo debet yang didukung dengan laporan pengiriman
barang.
6. Pencatatan kedalam jurnal umum diotorisasi
oleh fungsi akuntansi.
7. Memo debit untuk retur bernomor urut tercetak
dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi pembelian.
8. Laporan pengiriman barang bernomor urut
tercetak dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi pengiriman.
9. Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu
utang secara periodik direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam buku
besar.
PRINSIP PENGUNGKAPAN PENUH (FULL DISCLOSURE PRINCIPLE)
Secara konseptual pengungkapan
merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan, dan secara teknis,
pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian
informasi dalam bentuk statemen keuangan. Terdapat beberapa sumber yang
mengemukakan pengertian pengungkapan, diantaranya adalah Evans (2003),
menyatakan bahwa pengertian dari pengungkapan adalah penyajian informasi dalam
statemen keuangan termasuk statemen keuangan itu sendiri, catatan atas statemen
keuangan, dan pengungkapan oleh Evans ini terbatas hanya pada hal-hal yang
menyangkut pelaporan keuangan, pernyataan manajemen atau informasi di luar
lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan
Dodd memasukkan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi
perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Pengungkapan juga sering dimaknai sebagai penyedia
informasi lebih dari apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statemen
keuangan formal. Hal ini sejalan dengan gagasan FASB dalam rerangka
konseptualnya.
Masalah teoritis yang terdapat di dalam pengungkapan adalah
sebagai berikut :
1.
Untuk siapa informasi diungkapkan?
2.
Mengapa pengungkapan harus dilakukan?
3.
Seberapa banyak dan informasi apa yang diungkapkan?
4.
Bagaimana cara dan kapan mengungkapkan informasi?
Siapa yang dituju ?
Kerangka konseptual telah
menetapkan bahwa investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju oleh
pelaporan keuangan sehingga pengungkapan ditujukan terutama untuk mereka. SEC
menuntut lebih banyak pengungkapan karena pelaporan keuangan mempunyai aspek
sosial dan publik. Oleh karena itu, informasi yang diungkapkan untuk
kepentingan publik secara umum harus dilindungi dan dilayani, dan juga informasi
kualitatif juga dituntut disediakan, sehingga pengungkapan cenderung meluas.
Fungsi atau Tujuan Pengungkapan
Secara umum, tujuan pengungkapan
adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan
pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan
berbeda-beda. Pengungkapan dapat dibagi menjadi beberapa tujuan, yaitu (1)
tujuan melindungi, (2) tujuan informatif, dan (3) tujuan kebutuhan khusus.
Tujuan Melindungi
Tujuan melindungi dilandasi oleh
gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih untuk mendapatkan informasi
atau mengolahnya sendiri sehingga memperoleh substansi ekonomik dari informasi
tersebut, dengan kata lain pengungkapan ditujukan untuk melindungi perlakuan
manajemen yang mungkin kurang terbuka.
Tujuan Informatif
Tujuan informatif dilandasi oleh
gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas memiliki tingkat kecanggihan
tertentu, dengan demikian, pengungkapan ditujukan untuk menyediakan informasi
yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai. Keluasan
pengungkapan untuk tujuan informatif ini ditentukan BAPEPAM bekerja sama dengan
penyusun standar.
Tujuan Kebutuhan Khusus
Bentuk tujuan pengungkapan yang
ketiga adalah tujuan kebutuhan khusus. Tujuan kebutuhan khusus ini merupakan gabungan
dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif.
Keluasan dan Kerincian Pengungkapan
Keluasan dan kerincian
pengungkapan berkaitan dengan masalah seberapa banyak informasi harus
diungkapkan yang disebut dengan tingkat pengungkapan yang disebut dengan
tingkat pengungkapan. Menurut Evans (2003) mengidentifkasi tiga tingkat
pengungkapan yaitu : (1) Memadai, (2) Wajar atau Etis, (3) Penuh.
Tingkat memadai merupakan tingkat minimum yang harus
dipenuhi agar statemen keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan utnuk
pengmabilan keputusan. Tingkatan yang kedua, tingkat wajar, merupakan tingkat
yang harus dicapai agar semua pihak mendapat perlakuan atau pelayanan
informasional yang sama. Tingkatan yang terakhir yaitu tingkat penuh (full
disclosure). Tingkat ini menuntut penyajian secara penuh semua informasi
yang berpaut dengan pengambilan keputusan.
Beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan dalam
pengungkapan adalah (1) tujuan, (2) kos penyediaan, (3) keberlebihan informasi (overload),
(4) keengganan manajemen, dan (5) wajib atau sukarela.
Regulasi Pengungkapan
Mempercayakan pengungkapan
sepenuhnya kepada manajemen sama saja dengan menyerahkan informasi kepada
pasar. Terdapat beberapa argumen yang mendukung perlunya regulasi dalam
penyediaan informasi, yaitu penyalahgunaan, eksternalitas, kegagalan pasar,
asimetri informasi, dan keengganan manajemen. Di Indonesia, pihak yang menjdi
regulator adalah BAPEPAM (melalui Peraturan BAPEPAM) dan profesi/IAI (melalui
standar akuntansi). BAPEPAM berkepentingan dengan tingkat pengungkapan dan apa
yang harus diungkapkan terutama untuk kepentingan pendaftaran publik dan
penawaran publik perdana.
Pengungkapan Wajib dan Sukarela
Informasi yang diungkapkan dalam
laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure), pengungkapan
wajib merupakan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku.
Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan melebihi yang diwajibkan.
Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk
memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relavan
untuk pengambilan keputusan oleh para pemakai laporan tahunanya.
Apa yang Diungkap?
Pengungkapan meliputi statemen
keuagan itu sendiri dan semua informasi pelengkap. Dengan kata lain, apa yang
diungkapkan Berkaitan dengan berbagai proposal tentang komponen-komponen yang
harus disampaikan. Dalam pengungkapan informasi kepada pihak lain, terdapat
beberapa model yang dapat digunakan, yaitu model Inti, model FASB, model Komite
Jenkins, model William, dan peraturan SEC/BAPEPAM.
Motode Pengungkapan
Metode pengungkapan berkaitan
dengan masalah bagaimana secara teknis informasi disajkan kepada pemakai dalam
satu perangkat statemen keuangan beserta informasi lain yang berpaut. Motode
ini biasanya ditentkan secara spesifik dalam standar akuntansi atau peraturan
lain.
Informasi dapat disajikan dalam
pelaporan keuangan sebagai antara lain pos statemen keuangan, catatan kaki
(catatan atas statemen keuangan), penggunaan istilah teknis (terminologi),
penjelasan dalam kurung, lampiran, penjelasan auditor dalam laporan auditor,
dan komunikasi manajemen dalam bentuk surat atau pernyataan resmi.
**Dari berbagai sumber (hap)**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar