Jumat, 18 April 2014

INTERNAL CONTROL : KAS, UTANG, PIUTANG DAN AKTIVA TETAP

Sejarah Pengendalian Intern (Internal Control)

Konsep Internal Control telah bergulir sejak tahun 1930-an. Untuk pertama kali, George E. Bennet menyebutkan definisi Internal Control. Namun istilah tersebut baru dinyatakan secara institutional oleh AICPA pada tahun 1949 melalui laporan khusus yang berjudul “Pengendalian Internal – Elemen-elemen Sistem yang Terkoordinasi dan Pentingnya Pengendalian bagi Manajemen dan Akuntan Independen”. Selanjutnya konsep tersebut berkembang pesat dengan yang kita kenal delapan unsur Pengendalian Internal.
Perkembangan berikutnya, pada awal tahun 80-an konsep tersebut dinilai banyak pihak sudah tidak aplicabel lagi. Semakin kompleksnya dunia bisnis dan teknologi membuat konsep pengendalian internal tersebut tidak efektif dalam mendorong tercapainya tujuan perusahaan. Semakin banyak keluhan dari perusahaan dan institusi yang telah menerapkan konsep internal control sebagaimana dikembangkan oleh American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), namun masih mengalami kegagalan.
Pada tahun 1992, The Commitee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO) menerbitkan laporan yang berjudul “Internal Control-Integrated Framework”. Laporan COSO tersebut memberikan suatu pandangan baru tentang konsep Internal Control yang lebih luas dan terintegrasi serta sesuai dengan perkembangan dunia usaha untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Jika pada konsep sebelumnya hanya menekankan pada proses penyusunan laporan keuangan saja, maka konsep COSO memiliki pandangan yang lebih luas yaitu dengan melakukan pengendalian atas perilaku seluruh komponen organisasi. Konsep ini mendapat akseptasi yang luas dari berbagai pihak.
Di Indonesia, perkembangan menarik terjadi dengan terbitnya Undang-undang nomor 1 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2006. Pada ketentuan tersebut, ditetapkan bahwa setiap instansi pemerintah harus mengembangkan Sistem Pengendalian Intern. Penjelasan dan ketentuan lain yang menjabarkan menyebutkan bahwa Sistem Pengendalian Intern terdiri dari 5 komponen yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta monitoring. Hal ini mengandung arti bahwa konsep Internal Control versi COSO diterapkan pada sektor pemerintahan di Indonesia. Sebuah langkah maju dan berani serta menjadi tantangan yang tidak mudah bagi para auditor internal pemerintah.

Pengertian Internal Control

Melalui Statement of Auditing Standar (SAS), AICPA mendefinisikan Internal Control sama dengan definisi COSO, yaitu suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas Dewan Komisaris, Manajemen dan Pegawai, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar atas (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Berbeda dengan definisi pertama yang hanya mengaitkan pengendalian hanya dengan perencanaan, metode dan pengukuran, pada definisi berikutnya terkait dengan “proses yang dipengaruhi oleh aktivitas seluruh komponen organisasi”. Definisi ini mengandung makna yang lebih luas dari definisi sebelumnya.
Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau internal control didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).
Untuk menjaga agar sistem internal control ini benar-benar dapat dilaksanakan, maka sangat diperlukan adanya internal auditor atau bagian pemeriksaan intern.  Fungsi pemeriksaan ini merupakan upaya tindakan pencegahan, penemuan penyimpangan-penyimpangan melalui pembinaan dan pemantauan internal control secara berkesinambungan.  Bagian ini harus membuat suatu program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung, pemeriksaan dan penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan sistem informasi akuntansi dan keuangan lainnya.

Tujuan Internal Control

Alasan perusahaan untuk menerapkan sistem pengendalian intern adalah untuk membantu pimpinan agar perusahaan dapat mencapai tujuan dengan efisien. Tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan: keandalan informasi keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi.

Menurut Mulyadi tujuan pengendalian intern akuntansi adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kekayaan perusahaan:
1) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah diterapkan,
2) Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada.

b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi:
1) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan,
2) Pencatatan transaksi yang telah terjadi dalam catatan akuntansi.


Tujuan tersebut dirinci lebih lanjut sebagai berikut:
a. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan:
1) Pembatasan akses langsung terhadap karyawan,
2) Pembatasan akses tidak langsung terhadap karyawan.
b. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada:
1) Pembandingan secara periodik antara catatan akuntansi dengan kekayaan yang sesungguhnya ada,
2) Rekonsiliasi antara catatan akuntansi yang diselenggarakan,
c. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan:
1) Pemberian otorisasi oleh pejabat yang berwenang,
2) Pelaksanaan transaksi sesuai dengan otorisasi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.
d. Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi:
1) Pencatatan semua transaksi yang terjadi,
2) Transaksi yang dicatat adalah benar-benar terjadi,
3) Transaksi dicatat dalam jumlah yang benar,
4) Transaksi dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya,
5) Transaksi dicatat dengan penggolongan yang seharusnya,
6) Transaksi dicatat dan diringkas dengan teliti.


Sistem Internal Control

Sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua yaitu :
  • Pengendalian Intern Akuntansi (Preventive Controls)
Pengendalian Intern Akuntansi dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga kekayaan perusahaan dan memeriksa keakuratan data akuntansi. Contoh : adanya pemisahan fungsi  dan tanggung jawab antar unit organisasi.
·         Pengendalian Intern Administratif (Feedback Controls)
Pengendalian Administratif dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen (dikerjakan setelah adanya pengendalian akuntansi). Contoh : pemeriksaan laporan untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan.
Unsur-Unsur Internal Control
Struktur Pengendalian Intern terdiri atas lima (5) unsur atau elemen yaitu :
a.      Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.
Beberapa faktor yang berpengaruh di dalam lingkungan pengendalian antara lain:
  • Integritas dan Nilai Etik
Merupakan etika entitas yang dimiliki dan standar perilaku yang berlaku serta bagaimana mereka mengkomunikasikan dan mengaplikasikan dalam praktik.
  • Komitmen terhadap kompetensi
Kompetensi merupakan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
  • Dewan Direksi dan Komite Audit
Jajaran direktur yang efektif adalah yang independen terhadap manajemen. Komite audit bertanggung jawab sebagai komunikator, baik bagi internal auditor maupun eksternak auditor.
  • Gaya Manajemen dan Gaya Operasi
Pemahaman dan aspek-aspek tentang filosofi manajemen dan gaya operasi memberi auditor suatu pemahaman mengenai sikap manajemen terhadap pengendalian intern.
  • Struktur Organisasi
Pemahaman struktur organisasi memberi gambaran bagi auditor mengenai manajemen dan elemen-elemen fungsional dari bisnis dan bagaimana pengendalian diimplementasikan.
  • Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab
Memberi pemahaman mengenai pengendalaian dan cara-cara yang digunakan untuk pengendalian, perencanaan formal organisasi dan operasi, penugasan karyawan dan kebijakan yang dimiliki entitas
  • Praktek dan Kebijakan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan aspek penting dalm pengendalian intern. Pengendalian intern yang dikembangkan entitas berusaha untuk mengatur, menjaga tindakan-tindakan yang dilakukan manusia dalam entitas.
b.      Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola. Penetuan risiko tujuan laporan keuangan adalah identifikasi organisasi, analisis, dan manajemen risiko yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan sebagai berikut:
  • Perubahan dalam lingkungan operasi
  • Personel baru
  • Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki
  • Teknologi baru
  • Lini produk, produk, atau aktivitas baru
  • Restrukturisasi korporasi
  • Operasi luar negeri
  • Standar akuntansi baru
Semua entitas memiliki risiko tergantung dari ukuran, struktur, sifat, atau jenis dari perusahaan. risiko tersebut dapat berupa risiko eksternal dan internal dan semua harus bisa dikendalikan. Perubahan ekonomi, industri, regulasi serta kondisi operasi memungkinkan timbulnya risiko berbeda yang harus segera dapat diatasi oleh manajemen.
Auditor berkepentingan untuk memahami mengenai pengetahuan tentang penilaian risiko yang dilakukan oleh manajemen, seperti pengidentifikasian risiko terhadap laporan keuangan, pengevaluasian kemungkinan terjadinya, keputusan manajemen atas tindakan yang akan dilakukan.
c.       Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijkan dan prosedur yang berkaitan dengan berikut ini:
  • Review terhadap kinerja
  • Pengolahan informasi
  • Pengendalian fisik
  • Pemisahan tugas
Aktivitas pengendalian dapat dikategorikan sebagai berikut:
  • Pengendalian Pemrosesan Informasi
Hal ini berkaitan dengan proses otorisasi, kelengkapan dan keakuratan data keuangan. Pengendalian pemrosesan informasi digolongkan menjadi dua (2), yaitu:
  1. Pengendalian umum
  2. Pengendalian aplikasi
Pengendalian yang ditujukan untuk pemrosesan tipe-tipe transaksi baik di lingkungan komputer maupun manual dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  1. Otorisasi yang tepat (setiap bukti transaksi diotorisasi secara tepat sehingga tidak ada bukti yang melewati prosedur otorisasi)
  2. Pencatatan dan dokumentasi (semua bukti transaksi telah dicatat dan didokumentasikan dan bila akan diperiksa, dapat dilacak kembali)
  3. Pemeriksaan independen
  4. Pemisahan tugas
  5. Pengendalian fisik
  6. Telaah kinerja
Pengembangan atas aktivitas pengendalian berkaitan dengan kebijakan dan prosedur dapat dijabarkan dalam lima (5) aktivitas pengendalian berikut:
1.      Pemisahan tugas
2.      Otorisasi yang jelas atas transaksi dan aktivitas
3.      Pendokumentasian dan pencatatan
4.      Pengendalian fisik atas assets dan catatan
5.      Pengecekan secara independen atas kinerja
 d.      Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.
Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami:
  • Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan keuangan
  • Bagaimana transaksi tersebut dimulai
  • Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalam laporan keuangan yang tercakupalam pengolahan dan pelaporan transaksi
  • Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak transaksi dimulai sampai dengan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat elektronik (seperti komputer dan electronik data interchange) yang digunkan untuk mengirim, memproses, memelihara, dan mengakses informasi
 e.       Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung secara terus menerus (ongoing activities), evaluasi secara terpisah (separate periodic evaluations), atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya.
Auditor perlu memahami mengenai pemantauan untuk mengetahui aktivitas pemantauan seperti apakah yang digunakan perusahaan dan bagaimana aktivitas tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan pengendalian internal bila dibutuhkan. 
Mengidentifikasi Entity-Level Controls
Tujuan mendapatkan pemahaman awal dari setiap komponen pengendalian internal,Sementara mengevaluasi entitas tingkat kontrol, auditor mungkin mengidentifikasi kontrol yang mampu mencegah atau mendeteksi salah saji dalam laporan keuangan. Itu periode-end proses pelaporan keuangan dan pemantauan manajemen terhadap hasil operasi merupakan sumber potensial dari kontrol tersebut.
Proses identifikasi yang relevan entitas-tingkat kontrol dapat dimulai dengan pemantauan, dan informasi dan komunikasi).diskusi antara auditor dan karyawan yang sesuai untuk atas pelaporan keuangan (yaitu, lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian,pemantauan, dan informasi dan komunikasi).
Sementara mengevaluasi entitas tingkat kontrol, auditor mungkin mengidentifikasi kontrol yang mampu mencegah atau mendeteksi salah saji dalam laporan keuangan. Itu periode-end proses pelaporan keuangan dan pemantauan manajemen terhadap hasil operasi merupakan sumber potensial dari kontrol tersebut.
Pengaruh Entity-Level Controls pada Pengujian Kontrol Lain
Evaluasi auditor entitas tingkat kontrol dapat menghasilkan peningkatan atau mengurangi pengujian bahwa auditor jika tidak mungkin dilakukan pada lain kontrol. Sebagai contoh, jika auditor telah merancang pendekatan audit dengan harapan tertentu entitas tingkat kontrol (misalnya, kontrol dalam lingkungan pengendalian) akan efektif dan mereka kontrol tidak efektif, auditor dapat mengevaluasi kembali merencanakan pendekatan audit dan memutuskan untuk memperluas prosedur audit nya. Di sisi lain, evaluasi auditor dari beberapa entitas tingkat kontrol dapat menghasilkan pengurangan nya atau pengujian nya kontrol lain, seperti kontrol lebih sesuai pernyataan yang relevan. Tingkat dimana auditor mungkin dapat mengurangi pengujian kontrol atas pernyataan yang relevan dalam kasus tersebut tergantung pada presisi dari entitas-tingkat control.

INTERNAL CONTROL : KAS

Pengendalian intern yang baik terhadap kas memerlukan prosedur-prosedur yang memadai untuk melindungi penerimaan kas maupun pengeluaran kas. Dalam merancang prosedur-prosedur tersebut hendaknya diperhatikan tiga prinsip pokok pengendalian :
  1. Terdapat pemisahan tugas secara tepat, sehingga petugas yang bertanggung jawab menangani transaksi kas dan menyimpan kas tidak merangkap sebagai petugas pencatatan transaksi kas
  2. Semua penerimaan kas hendaknya disetorkan seluruhnya ke bank secara harian
  3. Semua pengeluaran kas hendaknya dilakukan dengan menggunakan cek; kecuali untuk pengeluaran yang kecil jumlahnya dimungkinkan untuk menggunakan uang tunai, yaitu melalui kas kecil

Prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengawasi kas, bisa berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya. Hal ini tergantung pada berbagai factor, seperti besarnya perusahaan, jumlah karyawan, sumber-sumber kas, dan sebagainya.

Penerimaan kas yang berasal dari hasil penjualan tunai sebaiknya dilakukan dengan melalui kas register pada saat transaksi penjualan terjadi. Pengawasan atas penerimaan kas yang berasal dari penjualan tunai dan penerimaan kas melalui kas, merupkan hal yang penting akan tetapi kecurangan atau penyelewengan biasanya jarang terjadi melalui transaksi penerimaan kas, melainkan melalui pengeluaran kas atau dengan menggunakan faktur fiktif (palsu). Oleh karena itu pengawasan atas pengeluarn kas sama pentingnya atau bahkan kadang-kadang lebih penting daripada penerimaan kas
Untuk mengawasi pengeluaran kas, maka semua pengeluaran kas harus dilakukan dengan menggunakan cek, kecuali untuk pengaturan yang jumlahnya kecil dapat dilakukan melalui kas kecil. Jika kewenangan unuk menandatangani cek didelegasikan kepada seorang pegawai yang ditunjuk, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan untuk melakukan pencatatan transaksi kas. Hal ini untuk mencegah adanya kecurangan dalam pengeluaran kas yang tidak nampak dalam catatan

Laporan bank pada akhir bulan, bank biasanya mengirimkan laporan bank  bulanan kepada pemegang giro. Laporan tersebut berisi saldo awal dan saldo akhir bulan, serta daftar transaksi yang terjadi selama bulan yang bersangkutan. Transaksi tersebut meliputi penyetoran dan penarikan cek (pengambilan), serta penambahan dan pengurangan lain yang dilakukan bank atas rekening giro. Setoran didaftar menurut tanggal penyetorannya dan sedangkan cek didaftar menurut tanggal pembayarannya oleh bank.

Rekonsiliasi bank apabila perusahaan membuka rekening giro di bank, maka perusahaan akan mempunyai dua catatan mengenai kas yang dimilikinya, yaitu : rekening kas yang terdapat dalam pembukuan perusahaan dan laporan bank yang diteriima perusahaan secara periodic dari bank. Saldo kas yang ditunjukkan dalam rekening kas biasanya jarang sama jumlahnya dengan saldo yang terdapat dalam laporan bank.

Beberapa penyebab perbedaan antara saldo menurut pembukuan perusahaan dengan laporan bank adalah sebagai berikut :
1.      Bank belum mencatat transaksi tertentu :
  • Setoran dalam perjalanan, perusahaan telah mencatat setoran ke bank, tetapi bank belum mencatatnya,
  • Cek dalam perjalanan (cek masih beredar), cek yang ditarik dan telah dibukukan oleh        perusahaan, tetapi bank belum mencatatnya.

2.      Perusahaan belum  mencatat transaksi tertentu :
  • Penerimaan kas melalui bank, bank kadang-kadang melakukan penerimaan kas untuk dibukukan ke dalam rekening giro perusahaan,
  • Biaya administrasi bank, bank biasanya membebankan sejumlah biaya untuk menangani transaksi-transaksi yang dilakukan pemegang giro,
  • Pendapatan bunga atau jasa giro, bank memberikan bunga atas saldo giro yang dihitung atas dasar persentase tertentu dari saldo giro rata-rata per bulan,
  • Cek kosong dari konsumen atau debitur, perusahaan sering menerima pembayaran dari para konsumen atau debitur dalam bentuk cek yang diperlakukan sama dengan uang tunai. Cek tersebut bersama-sama dengan uang tunai disetorkan tiap hari ke bank yang diterima menggunakan bank yang sama dengan bank perusahaan, maka cek bisa langsung diuangkan dan langsung dibukukan ke rekening giro perusahaan. Cek kosong adalah cek yang tidak cukup dananya (jumlah rupiah dalam cek lebih besar dari saldo giro si pemegang giro di bank pada saat ia menarik cek tersebut).
  • Cek dikembalikan kepada penyetor karena alas an lain (bukan cek kosong), bank kadang-kadang mengembaliikan cek kepada penyetor karena alasan-alasan berikut :
ü  Rekening penarik cek telah ditutup,
ü  Cek telah kedaluwarsa (cek tertentu kadang-kadang hanya dapat diuangkan dalam jangka waktu tertentu, apabila selama jangka waktu tersebut tidak diuangkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, apabila selama jangka waktu tersebut tdak diuangkan, maka cek menjadi tidak berlaku lagi),
ü  Tandatangan yang tercantum pada cek tidak sah,
ü  Terdapat kesalahan dalam penulisan cek.
  1. Bank atau perusahaan (atau kedua-duanya) telah melakukan kesalahan pencatatan.
 INTERNAL CONTROL : PIUTANG

Tujuan Sistem Pengendalian Intern atas Piutang
Pemberian piutang dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan bagi sebuah perusahaan. Diharapkan dengan meningkatnya volume pejualan, maka sebuah perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Namun ada beberapa resiko atas keberadaan piutang itu sendiri yang dapat merugikan perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian terhadap piutang tersebut.
Untuk mengendalikan piutang, sebuah perusahaan perlu menetapkan kebijakan kreditnya. Kebijakan ini kemudian berfungsi sebagai standar. Apabila kemudian dalam pelaksanaan penjualan kredit dan pengumpulan piutang tidak dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu melakukan perbaikan.
Adapun tujuan melakukan pengendalian intern piutang adalah sebagai berikut :
  • Meyakini kebenaran jumlah piutang yang ada yang benar-benar menjadi hak milik perusahaan,
  • Meyakini bahwa piutang yang ada dapat ditagih (collectable),
  • Ditaatinya kebijakan-kebijakan mengenai piutang,
  • Piutang aman dari penyelewengan.
 Karakteristik Sistem Pengendalian Intern atas Piutang
Output dari sistem pengendalian intern piutang adalah berupa informasi dalam bentuk laporan keuangan atau laporan manajemen lain, sehingga karakteristik sistem pengendalian intern piutang identik dengan karakteristik informasi. Seperti yang telah diungkapkan oleh Romney,dkk karakteristik informasi yang baik adalah :

·                     Relevan
·                     Reliable
·                     Complete
·                     Timelines
·                     Understandable
·                     Verrifyable
(Romney dkk 1997:14)
Pada prinsipnya sistem pengendalian harus meminimalkan dan mendeteksi serta memperbaiki kesalahan ketika terjadi. Pelaksanaan sistem pengendalian intern untuk piutang harus menghasilkan suatu kepastian bahwa semua transaksi piutang telah dibukukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pengendalian intern terhadap piutang dimulai dari penerimaan order penjualan terus ke persetujuan atas order, persetujuan pemberian kredit, pengiriman barang, pembuatan faktur, verifikasi faktur, pembukuan piutang, penagihan piutang, yang akhirnya akan mempengaruhi saldo kas atau bank. Dalam hal ini harus diperhatikan pula retur penjualan secara periodik harus dibuat perincian piutang menurut golongan usianya untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan dan menilai apakah bagian kredit dan bagian inkaso telah bekerja dengan efisien.
Adapun sistem pengendalian intern atas piutang secara keseluruhan  antara lain sebagai berikut :
ü  Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan (operasi) dari “ Fungsi Akuntansi Untuk Piutang “,
ü  Pegawai yang menangani akuntansi piutang, harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil tagihan piutang,
ü  Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan piutang, harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang,
ü  Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (Accounts Receivable Subsidiary Ledger),
ü  Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging Schedule).

INTERNAL CONTROL : AKTIVA TETAP
Sistem pengendalian terhadap aktiva tetap adalah keseluruhan sistem yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk menjamin dan mengarahkan keseruruhan proses perencanan, penentuan, kebutuhan, penganggaran, standarisasi barang dan harga, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan status hukum, penatausahaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Gambaran pengendalian aktiva tetap sebagai berikut:


  • Fungsi pemakaian harus terpisah dari fungsi akuntansi aktiva tetap. Untuk mengawasi aktiva tetap dan memakaiannya. Fungsi yang mencatat semua data yang bersangkutan dengan aktiva tetap harus dipisahkan dari fungsi pemakaian aktiva tetap.
  • Transaksi perolehan penjualan dan penghentian pemakaian aktiva tetap hanus dilaksanakan oleh lebih dari unit organisasi yang bekerja secara independen. Untuk menciptakan pengecekan internal dalam setiap transaksi yang mengubah aktiva tetap, unit organisasi dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak ada satu pun transaksi yang mengubah aktiva tetap yang dilaksanakan secara penuh hanya oleh satu unit kerja organisasi saja.
  • Perubahan kartu aktiva tetap harus berdasarkan pada bukti kas keluar dan bukti memorial yang dilampiri dengan dokumen pendukung yang lengkap, yang diotorisasi oleh pejabat berwewenang.
  • Penutupan asuransi aktiva tetap terhadap kerugian. Untuk mencegah kerugian yang timbul akibat kebakaran dan kecelakaan, aktiva tetap harus diasuransikan dengan jumlah
  • Pertanggungjawaban yang memadai.
  • Harus dijelaskan apabila terdapat aktiva tetap yang digadaikan.
  • Jumlah dan jenis aktiva tetap yang dinriliki oleh pemerintah daerah haruslah dibuat kartu aktivanya. Sehingga masing-masing aktiva tetap memiliki catatan yang jelas tentang nilai pokoknya, penyusutan, sampai dengan nilai ekonomis dan nilai sisanya.
  • Metode yang digunakan dalam perhitungan depreslasi golongan besar aktiva tetap harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
  • Aktiva tetap yang telah habis didepresiasi namun masih biasa digunakan untuk beroperasi, jika jumlahnya material harus dijelaskan.

Ada lima kategori kebijakan dan prosedur aktivitas pengendalian dalam suatu usaha, yang dimaksud adalah:
a. Pemisahan tugas yang cukup
b. Otorisasi yang pantas atas transaksi dan aktivitas pengendalian
c. Dokumen dan catatan yang memadai
d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan
e. Pengecekan independen atas pelaksanaan pengendalian.



INTERNAL CONTROL : UTANG
Prosedur pencatatan utang adalah prosedur sejak utang/kewajiban perusahaan timbul sampai dengan pencatatannya dalam perkiraan/rekening utang. Utang muncul karena adanya pembelian barang atau jasa secara kredit. Karena itu sistem akuntansi utang sangat terkait dengan prosedur pencatatan utang dan prosedur distribusi pembelian.

Unsur pengendalian intern dalam utang :


1. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi

2. Transaksi retur pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi pembelian, fungsi akuntansi yang lain. Tidak ada transaksi retur pembelian yang dilaksanakan secara lengkap oleh hanya satu fungsi tersebut.
3. Memo debet untuk retur pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian
4. Laporan pengiriman barang untuk retur pembelian diotorisasi oleh fungsi pengiriman barang.
5. Pencatatan berkurangnya utang jarena retur pembelian didasarkan pada memo debet yang didukung dengan laporan pengiriman barang.
6. Pencatatan kedalam jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi.
7. Memo debit untuk retur bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi pembelian.
8. Laporan pengiriman barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggung jawabkan oleh fungsi pengiriman.
9. Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara periodik direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam buku besar.


PRINSIP PENGUNGKAPAN PENUH (FULL DISCLOSURE PRINCIPLE)

Secara konseptual pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan, dan secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian informasi dalam bentuk statemen keuangan. Terdapat beberapa sumber yang mengemukakan pengertian pengungkapan, diantaranya adalah Evans (2003), menyatakan bahwa pengertian dari pengungkapan adalah penyajian informasi dalam statemen keuangan termasuk statemen keuangan itu sendiri, catatan atas statemen keuangan, dan pengungkapan oleh Evans ini terbatas hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan, pernyataan manajemen atau informasi di luar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd memasukkan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Pengungkapan juga sering dimaknai sebagai penyedia  informasi  lebih dari apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statemen keuangan formal. Hal ini sejalan dengan gagasan FASB dalam rerangka konseptualnya.

Masalah teoritis yang terdapat di dalam pengungkapan adalah sebagai berikut :
1.      Untuk siapa informasi diungkapkan?
2.      Mengapa pengungkapan harus dilakukan?
3.      Seberapa banyak dan informasi apa yang diungkapkan?
4.      Bagaimana cara dan kapan mengungkapkan informasi?

Siapa yang dituju ?
Kerangka konseptual telah menetapkan bahwa investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga pengungkapan ditujukan terutama untuk mereka. SEC menuntut lebih banyak pengungkapan karena pelaporan keuangan mempunyai aspek sosial dan publik. Oleh karena itu, informasi yang diungkapkan untuk kepentingan publik secara umum harus dilindungi dan dilayani, dan juga informasi kualitatif juga dituntut disediakan, sehingga pengungkapan cenderung meluas.
Fungsi atau Tujuan Pengungkapan
Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Pengungkapan dapat dibagi menjadi beberapa tujuan, yaitu (1) tujuan melindungi, (2) tujuan informatif, dan (3) tujuan kebutuhan khusus.
Tujuan Melindungi
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih untuk mendapatkan informasi atau mengolahnya sendiri sehingga memperoleh substansi ekonomik dari informasi tersebut, dengan kata lain pengungkapan ditujukan untuk melindungi perlakuan manajemen yang mungkin kurang terbuka.
Tujuan Informatif
Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas memiliki tingkat kecanggihan tertentu, dengan demikian, pengungkapan ditujukan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai. Keluasan pengungkapan untuk tujuan informatif ini ditentukan BAPEPAM bekerja sama dengan penyusun standar.
Tujuan Kebutuhan Khusus
Bentuk tujuan pengungkapan yang ketiga adalah tujuan kebutuhan khusus. Tujuan kebutuhan khusus ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif.
Keluasan dan Kerincian Pengungkapan
Keluasan dan kerincian pengungkapan berkaitan dengan masalah seberapa banyak informasi harus diungkapkan yang disebut dengan tingkat pengungkapan yang disebut dengan tingkat pengungkapan. Menurut Evans (2003) mengidentifkasi tiga tingkat pengungkapan yaitu : (1) Memadai, (2) Wajar atau Etis, (3) Penuh.
Tingkat memadai merupakan tingkat minimum yang harus dipenuhi agar statemen keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan utnuk pengmabilan keputusan. Tingkatan yang kedua, tingkat wajar, merupakan tingkat yang harus dicapai agar semua pihak mendapat perlakuan atau pelayanan informasional yang sama. Tingkatan yang terakhir yaitu tingkat penuh (full disclosure). Tingkat ini menuntut penyajian secara penuh semua informasi yang berpaut dengan pengambilan keputusan.
Beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan dalam pengungkapan adalah (1) tujuan, (2) kos penyediaan, (3) keberlebihan informasi (overload), (4) keengganan manajemen, dan (5) wajib atau sukarela.
Regulasi Pengungkapan
Mempercayakan pengungkapan sepenuhnya kepada manajemen sama saja dengan menyerahkan informasi kepada pasar. Terdapat beberapa argumen yang mendukung perlunya regulasi dalam penyediaan informasi, yaitu penyalahgunaan, eksternalitas, kegagalan pasar, asimetri informasi, dan keengganan manajemen. Di Indonesia, pihak yang menjdi regulator adalah BAPEPAM (melalui Peraturan BAPEPAM) dan profesi/IAI (melalui standar akuntansi). BAPEPAM berkepentingan dengan tingkat pengungkapan dan apa yang harus diungkapkan terutama untuk kepentingan pendaftaran publik dan penawaran publik perdana.
Pengungkapan Wajib dan Sukarela
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure), pengungkapan wajib merupakan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan melebihi yang diwajibkan. Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relavan untuk pengambilan keputusan oleh para pemakai laporan tahunanya.
Apa yang Diungkap?
Pengungkapan meliputi statemen keuagan itu sendiri dan semua informasi pelengkap. Dengan kata lain, apa yang diungkapkan Berkaitan dengan berbagai proposal tentang komponen-komponen yang harus disampaikan. Dalam pengungkapan informasi kepada pihak lain, terdapat beberapa model yang dapat digunakan, yaitu model Inti, model FASB, model Komite Jenkins, model William, dan peraturan SEC/BAPEPAM.
Motode Pengungkapan
Metode pengungkapan berkaitan dengan masalah bagaimana secara teknis informasi disajkan kepada pemakai dalam satu perangkat statemen keuangan beserta informasi lain yang berpaut. Motode ini biasanya ditentkan secara spesifik dalam standar akuntansi atau peraturan lain.

Informasi dapat disajikan dalam pelaporan keuangan sebagai antara lain pos statemen keuangan, catatan kaki (catatan atas statemen keuangan), penggunaan istilah teknis (terminologi), penjelasan dalam kurung, lampiran, penjelasan auditor dalam laporan auditor, dan komunikasi manajemen dalam bentuk surat atau pernyataan resmi.

**Dari berbagai sumber (hap)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar